PEMBATAL PUASA RAMADHAN DAN KONSKWENSINYA (Bagian Ke Sembilan)
Oleh : kyai Sumarsam
Sumber gambar : Kompasiana.com |
Hanya saja, para ulama berbeda pendapat terkait pori-pori kulit yang jika disuntikkan sesuatu melaluinya, dapat membatalkan puasa atau tidak.
(1) Pori-pori Kulit Paha dan Betis
Umumnya para ulama berpendapat bahwa disuntikkannya susuatu semacam obat melalui pori-pori kulit paha dan betis kaki tidaklah membatalkan puasa. Hal ini sebagaimana telah difatwakan oleh Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali. Dimana Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki, tidak membahasnya secara khusus.
Tentunya, selama benda yang dimasukkan tidak dimaksudkan untuk asupan makanan atau nutrisi bagi yang berpuasa.
Imam an-Nawawi asy-Syafi’i (w. 676 H) berkata dalam kitabnya, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab:10
لَو أَوصَلَ الدَّوَاءُ إلَى دَاخِلِ لَحْمِ السَّاقِ أَوْ غَرَزَ فِيهِ سِكِّينًا أَوْ غَيْرَهَا فَوَصَلَتْ مُخَّهُ لَمْ يُفْطِرْ بِلَا خِلَافٍ لِأَنَّهُ لَا يُعَدُّ عُضْوًا مُجَوَّفًا.
Jika seorang memasukkan suatu obat melalui kulit/daging paha, atau dengan cara dibedah menggunakan pisau dan yang semisalnya, lalu obat tersebut memasuki otaknya, hal tersebut tidaklah membatalkan puasa. Dalam hal ini, para ulama tidak berbeda pendapat. Sebab, pori-pori paha bukanlah anggota tubuh yang berongga.
Berdasarkan hal ini, para ulama kontemporer umumnya sepakat bahwa setiap proses injeksi intramuskuler dalam medis, tidaklah membatalkan puasa. Yaitu proses pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke jaringan otot dengan menggunakan spuit. Pemberian obat dengan cara ini dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar, agar tidak ada kemungkinan untuk menusuk syaraf, misalnya pada bagian bokong, dan kaki bagian atas, atau pada lengan bagian atas.
(2) Menerima Transfusi Darah (Huqn ad-Dam)
Para ulama berbeda pendapat apakah pasien sakit yang berpuasa (resipien), boleh untuk yang menerima transufi darah yang disuntikkan melalui pembuluh darahnya (huqn ad-dam). Ataukah, hal tersebut dapat membatalkan puasanya.
Mazhab Pertama: Puasa Batal.
Sebagian ulama kontemporer seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdulllah al-Bassam, dan Syaikh Wahbah az-Zuhaili, berpendapat bahwa hal tersebut dapat membatalkan puasa.
Mazhab Kedua: Puasa Tidak Batal.
Sebagian ulama kontemporer lainnya seperti Syaikh Muhammad Bukhait al-Muthi’i, Syaikh Mahmud Syaltut, Syaikh Sayyid Sabiq, Syaikh al-‘Utsaimin, Syaikh Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, dan putusan Majma’ al-Fiqh al-Islami dalam nadwah seputar fiqih kedokteran berpendapat bahwa hal tersebut dapat membatalkan puasa.
0 Komentar
Terimakasih sudah mengirimkan pesan kepada kami